Selamat datang di Blog Mbie Debby

Rubah pecinta Anak Ayam dan Musim Gugur | Photography, Art and Nature Enthusiast | Imajiner | Director | Journalist Enthusiast | 🦊

Pasar pelelangan ikan di Palabuan Ratu

Pasar pelelangan ikan di Palabuan Ratu adalah sebuah pasar yang terletak di seberang pasar tradisional di Kecamatan Palabuan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pasar ini merupakan tempat para nelayan menjual hasil tangkapannya, baik secara lelang maupun tidak. Di pasar ini, pengunjung bisa menemukan berbagai jenis ikan laut yang segar dan murah, seperti cakalang, layang, cumi-cumi, tuna, dan lain-lain.

Pantai Ujung Genteng, Si Cantik dari Sukabumi dengan Pasir Putihnya yang Memikat

Salah satu daya tarik Pantai Ujung Genteng adalah adanya tempat penangkaran penyu yang menjadi pusat konservasi penyu di Jawa Barat. Anda bisa melihat proses perkembangbiakan penyu dari telur hingga menetas dan menjadi anak penyu.

Senja yang Mempesona di Obelix Hills

Di atas tumpukan bebatuan purba, aku menikmati panorama alam Yogyakarta dari ketinggian. Awan berwarna jingga dan ungu menyambut matahari yang perlahan terbenam. Obelix Hills memberiku pengalaman berburu senja yang tak terlupakan.

Keindahan dan Sejarah Candi Prambanan, Warisan Dunia UNESCO di Jantung Jawa

Prambanan adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang terletak di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah, dibangun pada abad ke-9 sebagai simbol kejayaan dinasti Sanjaya.

Senin, 24 Maret 2025

#RUUTNI Sejarah yang Berulang?

Dalam perjalanan panjang sebuah bangsa, sejarah sering kali berulang dalam pola yang mungkin berbeda, tetapi memiliki esensi yang sama. Pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentang Negara Indonesia (RUUTNI) belakangan ini menuai banyak perdebatan. Sebagian orang melihatnya sebagai langkah maju dalam ketertiban hukum, sementara yang lain justru mencium aroma kekuasaan yang mengingatkan pada era Orde Baru (Orba) di tahun 90-an.

Lalu, apakah RUUTNI benar-benar membawa kita kembali ke masa lalu? Apakah ini sinyal bahaya bagi demokrasi? 

Masa Ketika Kekuasaan Terpusat
Bicara soal Orde Baru, kita tidak bisa lepas dari nama Soeharto, sang pemimpin yang memegang kendali Indonesia selama lebih dari tiga dekade (1966-1998).

Pada awalnya, Orde Baru hadir dengan janji manis, menstabilkan negara setelah gejolak politik 1965. Pembangunan ekonomi, keamanan, dan ketertiban menjadi prioritas utama. Tapi, di balik itu semua, ada sisi gelap yang tak bisa diabaikan yaitu kontrol ketat terhadap media, represi terhadap oposisi, dan pembatasan kebebasan berbicara.

Pada masa itu, rakyat hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Kritik terhadap pemerintah bisa berujung pada pemenjaraan, bahkan penghilangan paksa. Kebebasan pers nyaris tidak ada karena semua media harus tunduk pada keinginan pemerintah. Jika tidak, siap-siap saja diberedel.

Namun, di sisi lain, ekonomi tumbuh pesat dan pembangunan terjadi di berbagai sektor. Inilah alasan mengapa Orde Baru memiliki pendukung fanatik yang masih eksis hingga hari ini. Mereka melihat stabilitas ekonomi sebagai keberhasilan yang lebih besar dibandingkan kebebasan berpendapat.

Apakah Sejarah Berulang?

Ketika RUUTNI disahkan, banyak yang mulai merasa dejavu. Beberapa pasal dalam undang-undang ini disebut-sebut memiliki nuansa sentralistik ala Orde Baru, di mana negara memiliki kontrol lebih besar terhadap berbagai aspek kehidupan rakyat.

Beberapa poin yang menjadi sorotan :

1. Kontrol lebih besar terhadap media dan informasi
– Banyak yang khawatir bahwa regulasi ini akan membatasi kebebasan pers dan ekspresi, seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.
2. Kewenangan lebih luas bagi pemerintah
– Pasal-pasal dalam RUUTNI dinilai memberi ruang bagi pemerintah untuk mengontrol berbagai kebijakan tanpa pengawasan ketat dari masyarakat sipil.
3. Pembatasan kritik terhadap pemerintah
– Jika dulu di era Orde Baru kritik bisa berujung pemenjaraan, kini kekhawatiran serupa muncul dalam bentuk ancaman sanksi hukum bagi siapa pun yang dianggap ‘melanggar aturan’.

Tentu, tidak semua hal tentang RUUTNI negatif. Beberapa bagian memang bertujuan untuk memperkuat ketahanan nasional dan mengatur sistem negara agar lebih rapi. Namun, jika tidak diawasi dengan baik, ini bisa menjadi celah untuk kembali ke era otoritarianisme yang seharusnya sudah kita tinggalkan sejak 1998.

Belajar dari Sejarah

Sejarah mengajarkan kita bahwa kekuasaan yang terlalu besar di tangan segelintir orang hampir selalu berujung pada penyalahgunaan.
Kita tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa Orde Baru menciptakan stabilitas ekonomi, tetapi dengan harga yang mahal, kebebasan rakyat ditekan dan demokrasi dimatikan. Setelah reformasi 1998, kita mulai menikmati kebebasan yang lebih besar dalam berbicara, berkumpul, dan mengkritik kebijakan pemerintah tanpa rasa takut.

Namun, kebebasan ini tidak boleh dianggap remeh. Jika kita lengah, sejarah bisa berulang dengan cara yang berbeda, tetapi dengan dampak yang sama. Inilah mengapa peran generasi muda, terutama Gen Z, sangat penting. Kita adalah kelompok yang akan menentukan apakah demokrasi akan terus tumbuh atau malah mundur kembali ke masa lalu.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Jika kita tidak ingin kembali ke masa Orde Baru, kita harus tetap kritis, peduli, dan berani bersuara. Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan :

1. Membaca dan memahami kebijakan pemerintah
– Jangan hanya ikut-ikutan tren. Coba baca dan pahami isi RUUTNI serta dampaknya terhadap kita sebagai warga negara.
2. Gunakan media sosial secara bijak
– Media sosial adalah alat yang sangat kuat dalam menyuarakan pendapat. Gunakan dengan cerdas untuk menyebarkan informasi yang benar dan bermanfaat.
3. Jangan takut untuk bersuara
– Jika kita melihat ada kebijakan yang tidak adil, jangan diam. Gunakan hak kita untuk menyuarakan pendapat, baik melalui media, diskusi publik, atau aksi damai.
4. Jaga demokrasi tetap hidup
– Demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin setiap lima tahun. Ia harus dijaga setiap hari dengan keterlibatan aktif dalam kehidupan politik dan sosial.

Masa Depan Ada di Tangan Kita
RUUTNI mungkin bukan ‘fotokopi’ dari kebijakan Orde Baru, tetapi jika kita tidak waspada, bisa saja ia menjadi gerbang menuju sistem pemerintahan yang lebih otoriter.

Sebagai generasi muda, kita memiliki tanggung jawab untuk memahami sejarah, belajar dari kesalahan masa lalu, dan menjaga agar demokrasi tetap berjalan di jalur yang benar. Jangan sampai perjuangan reformasi 1998 menjadi sia-sia hanya karena kita terlalu cuek atau tidak peduli.

Karena pada akhirnya, masa depan Indonesia ada di tangan kita.

Jadi, apakah kita akan membiarkan sejarah terulang, atau akan kita buat babak baru yang lebih baik?

Apa pendapatmu tentang RUUTNI? Apakah menurutmu ini langkah maju atau justru kemunduran? Yuk, diskusi di kolom komentar!


Rabu, 19 Maret 2025

Saat Imajinasi Menghidupkan Kenangan

Pernah nggak sih, waktu kecil, kita duduk manis sambil mendengarkan dongeng dari orang tua atau guru? Ada yang tentang pangeran dan putri, ada yang soal hewan-hewan yang bisa bicara, atau mungkin legenda yang katanya benar-benar terjadi. Dongeng selalu punya cara ajaib untuk bikin kita terhanyut, membayangkan dunia yang jauh lebih luas dari yang kita lihat sehari-hari.

Hari ini, 20 Maret, dunia merayakan sesuatu yang spesial, Hari Dongeng Sedunia. Sebuah momen di mana kita diajak untuk kembali ke dunia cerita, mengenang kisah-kisah yang pernah membuat kita tersenyum, takut, atau bahkan termotivasi untuk bermimpi lebih besar.
Kenapa Ada Hari Dongeng Sedunia?

Segala sesuatu pasti ada asal-usulnya. Hari Dongeng Sedunia pertama kali diperingati di Swedia pada tahun 1991 dengan nama Alla Berättares Dag (Hari Para Pendongeng). Lalu, ide ini menyebar ke berbagai negara hingga akhirnya diakui secara global.

Tujuannya sederhana, mengingatkan dunia bahwa dongeng adalah bagian penting dari budaya manusia. Bukan cuma sekadar cerita, tapi juga warisan, pelajaran, dan kadang—cermin bagi kehidupan kita sendiri.
Sekadar Hiburan atau Lebih Dari Itu?

Buat anak kecil, dongeng itu mungkin hanya hiburan sebelum tidur. Tapi kalau dipikir lebih dalam, dongeng selalu menyelipkan pesan yang bisa kita bawa sampai dewasa.

• Si Kancil yang cerdik ngajarin kita kalau kecerdasan bisa mengalahkan kekuatan.
• Cinderella membuktikan bahwa kesabaran bisa membawa keberuntungan.
• Malin Kundang mengingatkan kita tentang karma dan pentingnya menghormati orang tua.
• Legenda Sangkuriang mengajarkan tentang konsekuensi dari kesalahan yang nggak disengaja.
•Setiap dongeng punya sesuatu yang bisa kita pelajari, tergantung dari sudut mana kita melihatnya.
Kenapa Dongeng Masih Relevan di Zaman Sekarang?

Di era internet, media sosial, dan AI, kita berpikir dunia sudah terlalu maju untuk dongeng. Tapi anehnya, kita tetap suka cerita. Film, novel, bahkan game—semuanya berkembang dari konsep mendongeng.

Kita mungkin nggak lagi duduk mengelilingi nenek sambil mendengarkan cerita rakyat, tapi kita masih terpesona dengan alur plot di film Marvel, masih betah berjam-jam nonton anime atau binge-watching series favorit. Itu bukti kalau manusia pada dasarnya suka mendengar dan menceritakan kisah.

Bahkan, dalam dunia profesional pun, storytelling tetap penting. Seorang pemimpin yang bisa berbicara dengan narasi yang kuat akan lebih didengar daripada yang sekadar menyampaikan data tanpa emosi.
Dongeng dan Kehidupan Nyata

Kadang aku berpikir, mungkin hidup kita sendiri juga seperti dongeng yang belum selesai ditulis. Kita semua adalah tokoh utama dalam cerita masing-masing. Ada konflik, ada tantangan, ada kebahagiaan, dan ada pelajaran yang selalu bisa diambil di setiap bab perjalanan kita.

Jadi, di Hari Dongeng Sedunia ini, aku ingin mengingatkan, Jangan pernah berhenti bercerita.

Entah itu lewat tulisan, lisan, film, atau bahkan sekadar berbagi pengalaman ke teman dekat. Karena suatu hari nanti, cerita kita mungkin akan menjadi dongeng yang menginspirasi orang lain.

-MB-

Hari Kebahagiaan Internasional

Pernah nggak sih kita duduk sebentar dan mikir, "Apa sih yang sebenarnya bikin aku bahagia?"

Setiap tahun, 20 Maret diperingati sebagai Hari Kebahagiaan Internasional, sebuah momen di mana dunia diingatkan bahwa kebahagiaan itu bukan sekadar tujuan, tapi hak setiap manusia. Tapi di tengah kesibukan, tekanan sosial, dan ekspektasi hidup, kita sering lupa apa itu kebahagiaan yang sebenarnya.

Kenapa Ada Hari Kebahagiaan Internasional?

Ceritanya dimulai dari Bhutan, sebuah negara kecil di Himalaya yang sejak lama lebih fokus pada Gross National Happiness (GNH) ketimbang Gross Domestic Product (GDP). Menurut mereka, kesejahteraan rakyat nggak bisa diukur hanya dari ekonomi, tapi juga dari kebahagiaan dan keseimbangan hidup mereka.

Konsep ini akhirnya menarik perhatian PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), hingga pada tahun 2012, ditetapkanlah Hari Kebahagiaan Internasional yang diperingati setiap 20 Maret. Tujuannya sederhana: mengingatkan dunia bahwa kebahagiaan itu penting, dan harus menjadi bagian dari kebijakan global, bukan cuma urusan individu.

Apa Itu Kebahagiaan?

Pertanyaan klasik, tapi jawabannya selalu berubah.

• Buat anak kecil, kebahagiaan mungkin sesederhana es krim di siang hari.
• Buat remaja, bisa jadi tentang diterima di lingkungan pertemanan.
• Buat orang dewasa, mungkin soal finansial yang stabil atau menemukan makna dalam hidup.

Tapi kalau kita telusuri lebih dalam, kebahagiaan itu bukan soal punya segalanya, tapi soal cukup dan bisa menikmatinya.

Kenapa Banyak Orang Susah Bahagia?

Di era media sosial, kebahagiaan sering disalahartikan sebagai pencapaian besar: traveling ke tempat eksotis, punya barang mahal, atau mendapat pengakuan dari banyak orang. Kita jadi membandingkan diri dengan standar yang nggak realistis, tanpa sadar bahwa kebahagiaan orang lain bukan berarti kita juga harus mengejarnya.

Ada juga yang menganggap kebahagiaan itu harus "sempurna"—nggak boleh ada kesedihan, nggak boleh ada kegagalan. Padahal, kalau dipikir lagi, justru dari rasa sakit dan kegagalan itu kita belajar menghargai momen-momen kecil yang membawa kebahagiaan.

Bagaimana Menemukan Kebahagiaan?

Kalau kebahagiaan adalah tujuan, maka perjalanan ke sana nggak boleh penuh tekanan. Beberapa cara sederhana yang bisa membantu kita lebih bahagia:

1. Bersyukur atas yang ada – Kadang kita sibuk mengejar yang belum punya, sampai lupa menikmati yang sudah dimiliki.
2. Berbagi dengan orang lain – Memberi seringkali lebih membahagiakan daripada menerima.
3. Jaga kesehatan fisik dan mental – Tubuh yang sehat bikin pikiran lebih ringan, dan pikiran yang tenang bikin hidup lebih nyaman.
4. Lepaskan ekspektasi yang terlalu tinggi – Bukan berarti menyerah, tapi menerima kenyataan bahwa hidup nggak selalu harus sesuai rencana.
5. Habiskan waktu dengan orang yang benar-benar peduli – Kebahagiaan yang paling tulus sering datang dari hubungan yang sederhana tapi bermakna.

Kebahagiaan Itu Perjalanan, Bukan Tujuan

Sering kali kita berpikir, "Aku bakal bahagia kalau sudah sampai di titik ini." Tapi kenyataannya, setiap kali kita mencapai satu tujuan, kita langsung mengincar yang lain. Begitu terus, sampai kita lupa menikmati prosesnya.

Kebahagiaan itu nggak harus ditunggu sampai segalanya sempurna. Kadang, dia ada di momen-momen kecil yang sering kita lewatkan: secangkir kopi di pagi hari, tawa bersama sahabat, atau sekadar bisa bernapas lega setelah hari yang berat.

Jadi, di Hari Kebahagiaan Internasional ini, aku mau mengingatkan diri sendiri dan kalian semua: Jangan kejar kebahagiaan, tapi temukan di setiap langkah yang kita jalani.

-MB-